Selasa, 29 Maret 2011

Pasar Monopoli & Oligopoli



Pasar monopoli adalah suatu bentuk pasar dimana hanya terdapat satu perusahaan saja. Dan perusahaan ini menghasilkan barang yang tidak mempunyai barang pengganti yang sangat dekat, biasanya keuntungan yang dinikmati perusahaan monopoli adalah keuntungan yang lebih normal dan ini diperoleh karena hambatan yang sangat tangguh yang dihadapi perusahaan-paerusahaan lain untuk memasuki industri tersebut.
 Jika melihat salah satu keburukan pasar monopoli yaitu harga barang lebih mahal dan tingkat produksi labih rendah. Salah satu keburukan tersebutlah yang menghambat kesejahteraan masyarakat, karena apabila harga barang yang ditawarkan terlalu tinggi maka masyarakat akan berfikir untuk membeli dan berusaha mencari barang pengganti. Hal inilah yang menyababkan terjadinya pasar gelap.
Berikut ini adalah undang-undang larangan monopoli dan usaha tidak sehat :
  • ·         Pasal 1 Undang-Undang No 5 tahun 1999 ayat (6) menerangkan bahwa “Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha”. Artinya bahwa persaingan usaha yang tidak sehat dapat dilakukan melalui dunia maya dengan melakukan berbagai tindakan yang dapat mengganggu proses persaingan yang tidak sehat baik berupa hecker, spam, ataupun kampanye hitam untuk menjatuhkan pesaingnya.
  • ·         Pasal 23 Undang-Undang No 5 tahun 1999 berbunyi bahwa “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”. Artinya bahwa dilarang mengambil informasi bagi perusahaan tertentu atau menyuruh orang lain untuk memasuki situs rahasia peruahaan lainnya tanpa ijin atau dirahasiakan. Diperkuat dengan tuntutan pasal 362 KUHP.

Pasar Oligopoli adalah suatu bentuk persaingan pasar yang didominasi oleh beberapa produsen atau penjual dalam suatu wilayah area. Praktek oligopoli umumnya dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga di antara pelaku usaha yang melakukan praktik oligopoli menjadi tidak ada.
UU No.5 Tahun 1999 tentang pasar oligopoli
BAB III
PERJANJIAN YANG DILARANG
Bagian Pertama
Oligopoli Pasal 4
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersamasama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
Bagian Kedua
Penetapan Harga
Pasal 5
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalaim ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
Pasal 6
Pelaku usaha dilarang membuat rperjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
Pasal 7
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 8
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok
kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Senin, 28 Maret 2011

Tugas Aspek Hukum dalam Ekonomi #


Nama   : Diah Wulansari
Kelas   :2EB16
NPM   :22209505

Hak Konsumen

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dari pengetian tersebut dapat disimpulkan bahwa konsumen adalah makhluk yang memiliki hak untuk dilindungi. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Maka untuk memenuhi hak konsumen pemerintah mengeluarkan UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Namun dalam beberapa tahun ini UU pelindungan konsumen seolah terabaikan oleh para pelaku usaha. Terbukti pada tahun 2010 YLKI telah menerima sebanyak 539 pengaduan konsumen. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2009 lalu yang hanya 501 pengaduan. Sudaryatmo (Ketua Pengurus Harian YLKI) menyebutkan setidaknya ada lima besar pengaduan yaitu jasa telekomunikasi (93 kasus), jasa perbankan (79 kasus), sektor perumahan (75 kasus), ketenagalistrikan (75 kasus) dan jasa transportasi (35 kasus). Sedangkan pengaduan yang lain berkisar masalah kualitas pelayanan PDAM (27 kasus), masalah trik dagang (17 kasus), masalah leasing sepeda motor (17 kasus) dan sektor automotif (11 kasus).
Dari banyaknya kasus pengaduan yang tercatat, menunjukkan bahwa hak konsumen di Indonesia belum mencukupi hak yang harus diterima oleh konsumen yang terkandung dalam UU perlindungan konsumen. Bertambahnya pengaduan yang tercatat oleh YLKI salah satu penyebabnya adalah banyaknya konsumen yang memberi pengaduan atas ketidak puasannya terhadap barang/jasa yang digunakan kepada pihak pelaku usaha namun konsumen harus mengikuti prosedur yang panjang untuk mendapatkan kepuasan pelayanan bagi konsumen. Padahal menurut pasal 5 UU Perlindungan Konsumen ayat 7” Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif”. Pada kenyataanya para konsumen belum mendapatkan apa yang terkandung dalam pasal tersebut. Dan seringkali pengaduan konsumen diabaikan oleh pelaku usaha yang memicu para konsumen untuk melapor kepada YLKI.
Sumber :