v Carilah
kasus tentang pelanggaran kode etik pada kantor akuntan publik !
1.
Akuntan
Publik Diduga Terlibat
Seorang
akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk
mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada
2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet. Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi
mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk pengembangan
usaha di bidang otomotif tersebut. Fitri
Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus
itu, Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari
Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan
tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan
keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang
tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah
kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. "Ada empat kegiatan laporan keuangan
milik Raden Motor yang tidak masuk dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI,
sehingga menjadi temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus
kredit macet tersebut," tegas Fitri.
Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam
diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai
akuntan publik dalam kasus tersebut di Kejati Jambi. Semestinya data laporan keuangan Raden Motor
yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang
diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada data yang
diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik. Tersangka
Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat
menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan siapa
saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga
terungkap kasus korupsinya. Sementara
itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum mau memberikan
komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam
dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik tersebut. Kasus kredit macet yang menjadi perkara
tindak pidana korupsi itu terungkap setelah kejaksaan mendapatkan laporan
adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan
Raden Motor. Dalam kasus ini pihak
Kejati Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai
pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari
BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.
2. Kasus pelanggaran Standar
Profesional Akuntan Publik kembali muncul. Menteri Keuangan pun memberi sanksi
pembekuan.
Menteri
Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membekukan izin Akuntan
Publik (AP) Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs.
Mitra Winata dan Rekan selama dua tahun, terhitung sejak 15 Maret 2007.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan Samsuar Said dalam
siaran pers yang diterima Hukumonline, Selasa (27/3), menjelaskan sanksi
pembekuan izin diberikan karena akuntan publik tersebut melakukan pelanggaran
terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Pelanggaran itu berkaitan
dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku
berakhir 31 Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga
telah melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit umum dengan
melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT Luhur Artha
Kencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai dengan
2004. Selama izinnya dibekukan, Petrus dilarang memberikan jasa atestasi
termasuk audit umum, review, audit
kinerja dan audit khusus. Yang bersangkutan juga dilarang menjadi pemimpin
rekan atau pemimpin cabang KAP, namun dia tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa
yang telah diberikan, serta wajib memenuhi ketentuan mengikuti Pendidikan
Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu tersebut sesuai
dengan Keputusan Menkeu Nomor
423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor
359/KMK.06/2003. Pembekuan izin yang dilakukan oleh Menkeu ini
merupakan yang kesekian kalinya. Pada 4 Januari 2007, Menkeu membekukan izin Akuntan
Publik (AP) Djoko Sutardjo dari Kantor Akuntan Publik Hertanto,
Djoko, Ikah & Sutrisno selama 18 bulan. Djoko dinilai Menkeu telah
melakukan pelanggaran atas pembatasan penugasan audit dengan hanya melakukan
audit umum atas laporan keuangan PT Myoh Technology Tbk (MYOH). Penugasan ini
dilakukan secara berturut-turut sejak tahun buku 2002 hingga 2005.
3. Kasus Sembilan KAP yang diduga
melakukan kolusi dengan kliennya
Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia
Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor
Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah
diauditnya antara tahun 1995-1997.Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan
di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari
sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata
tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak
sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit
tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh
pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT
& M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT
& R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi.
Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan public dengan bank yang diperiksa
untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu
kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada
pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal
yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan. ICW menduga, hasil
laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan
laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan
dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga
Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah
menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk
mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan.
“Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga
menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi
laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini
merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administratif dari
Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,”
tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP
tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus
meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode
etik profesi akuntan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar